Minggu, 12 Mei 2013

Suara yang Diabaikan


Suara yang Diabaikan
            Suara yang dimaksudkan di sini adalah suara masyarakat yang menjadi bentuk keikutsertaan masyarakat itu sendiri dengan semua pokok permasalahan yang terjadi di Negara ini, masyarakat mengeluarkan pendapatnya untuk memberikan sebuah bentuk kepeduliannya terhadap Negara ini, namun kenyataannya dalam kondisi yang telah diketahui belakangan ini banyak suara mereka (masyarakat) yang di abaikan begitu saja oleh pemerintah negeri ini, mereka terus mengeluarkan pendapatanya namun tidak ada yang menampung serta memperdulikan suara mereka.
Dapat disimpulkan bahwa didalam negara yang menganut sistem pemerintahan Demokrasi terdapat adanya pengakuan dari negara bahwa setiap warga negara dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya dimuka umum. Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum di dalam konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Yang dimaksudkan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksi unjuk rasa dapat memakan korban jiwa. Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tatacara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Dalam Undang-undang tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 yang dimaksudkan dengan Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Adapun tujuan pengaturan mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 UU No.9 Tahun 1998 adalah sebagai berikut: Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat, mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembanganya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi, dan menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar