Suara yang Diabaikan
Suara
yang dimaksudkan di sini adalah suara masyarakat yang menjadi bentuk
keikutsertaan masyarakat itu sendiri dengan semua pokok permasalahan yang
terjadi di Negara ini, masyarakat mengeluarkan pendapatnya untuk memberikan
sebuah bentuk kepeduliannya terhadap Negara ini, namun kenyataannya dalam
kondisi yang telah diketahui belakangan ini banyak suara mereka (masyarakat)
yang di abaikan begitu saja oleh pemerintah negeri ini, mereka terus
mengeluarkan pendapatanya namun tidak ada yang menampung serta memperdulikan
suara mereka.
Dapat disimpulkan bahwa didalam negara yang menganut sistem
pemerintahan Demokrasi terdapat adanya pengakuan dari negara bahwa setiap warga
negara dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya dimuka umum. Kebebasan
mengeluarkan pendapat dimuka umum di dalam konstitusi Indonesia Undang-Undang
Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E ayat (3) yang
menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
Yang dimaksudkan setiap orang berhak atas kebebasan
mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau
dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau
demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering
menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin
dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali
melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah
menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun
dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan
ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan
sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan,
penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksi unjuk rasa dapat memakan
korban jiwa. Dengan melihat
kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan
Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di
Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tatacara dan pelaksanaan dari
unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar
dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Dalam Undang-undang tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1
yang dimaksudkan dengan Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak,
atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat
setiap orang. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan
sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Adapun tujuan pengaturan mengenai kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 UU No.9 Tahun
1998 adalah sebagai berikut: Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab
sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945, mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan
berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat, mewujudkan
iklim yang kondusif bagi perkembanganya partisipasi dan kreativitas setiap
warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi, dan menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan
atau kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar