PENGARUH VARIABLE
MAKRO TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Teori konsumsi Keynes dengan hipotesis
pendapatan disposabel
2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah:
1. Faktor-faktor ekonomi
2. Faktor-faktor Non ekonomi
1. Teori-teori konsumsi yang digunakan dalam menganalisis tingkat pengeluaran konsumsi yaitu
2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah:
1. Faktor-faktor ekonomi
2. Faktor-faktor Non ekonomi
1. Teori-teori konsumsi yang digunakan dalam menganalisis tingkat pengeluaran konsumsi yaitu
1.
Teori
konsumsi Keynes dengan hipotesis pendapatan disposabel
Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat.
Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat.
2.
Teori
konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
Di model ini menekankan pada variabel sosial ekonomi. Landasan dasar model ini adalah bahwa konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Dalam artian, pengeluaran konsumsi masyarakat (seseorang) sangat tergantung pada usia seseorang dalam siklus hidupnya. Teori ini membagi pengeluaran konsumsi seseorang menjadi tiga tahapan berdasarkan umurnya. Tahap pertama adalah periode belum produktif. Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Dissaving” yang berarti, dalam melakukan konsumsi seseorang masih tergantung pada orang lain, sejak manusia lahir hingga pertama kali bekerja. Tahap kedua adalah periode produktif. Dimulai dari usia bekerja hingga usia menjelang senja (tidak menghasilkan pendapatan disposabel sama sekali). Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Saving” sebab seseorang pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain. Tahap ketiga adalah periode tidak produktif lagi. Pada tahap ini, seseorang kembali berada pada kondisi “Disavving”, kembali bergantung terhadap orang lain dalam melakukan konsumsi. Tahap ini berada disaat usia senja dan tidak mendapatkan penghasilan sama sekali.
Di model ini menekankan pada variabel sosial ekonomi. Landasan dasar model ini adalah bahwa konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Dalam artian, pengeluaran konsumsi masyarakat (seseorang) sangat tergantung pada usia seseorang dalam siklus hidupnya. Teori ini membagi pengeluaran konsumsi seseorang menjadi tiga tahapan berdasarkan umurnya. Tahap pertama adalah periode belum produktif. Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Dissaving” yang berarti, dalam melakukan konsumsi seseorang masih tergantung pada orang lain, sejak manusia lahir hingga pertama kali bekerja. Tahap kedua adalah periode produktif. Dimulai dari usia bekerja hingga usia menjelang senja (tidak menghasilkan pendapatan disposabel sama sekali). Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Saving” sebab seseorang pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain. Tahap ketiga adalah periode tidak produktif lagi. Pada tahap ini, seseorang kembali berada pada kondisi “Disavving”, kembali bergantung terhadap orang lain dalam melakukan konsumsi. Tahap ini berada disaat usia senja dan tidak mendapatkan penghasilan sama sekali.
3.
Teori
konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
Teori ini bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional antara konsumsi dan pendapatan dengan tujuan agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya timbulnya perbedaan tersebut. Dalam teori ini menggunakan dua asumsi: selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen, dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Yang kedua, pengeluaran konsumsi adalah irreversible yang berarti pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
Teori ini bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional antara konsumsi dan pendapatan dengan tujuan agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya timbulnya perbedaan tersebut. Dalam teori ini menggunakan dua asumsi: selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen, dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Yang kedua, pengeluaran konsumsi adalah irreversible yang berarti pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
4.
Teori
konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen
Pendapatan permanen dapat diartikan sebagai pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya (pendapatan upah dabn gaji) atau pendapatan yang diperoleh dari hasil semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (pendidikan, keahlian, obligasi, saham dan sebagainya). Sebenarnya, pendapatan permanen lebih berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi daripada pendapatan disposabel. Sebab pendapatan permanen dijadikan pertimbangan utama dalam mengambil keputusan mengosumsi barang dan jasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi antara lain:
1. Faktor-faktor Ekonomi
a. Pendapatan rumah tangga
b. Kekayaan rumah tangga
c. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
d. Tingkat bunga
e. Perkiraan masa depan
f. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan
2. Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)
a. Jumlah penduduk
b. Komposisi penduduk
Pendapatan permanen dapat diartikan sebagai pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya (pendapatan upah dabn gaji) atau pendapatan yang diperoleh dari hasil semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (pendidikan, keahlian, obligasi, saham dan sebagainya). Sebenarnya, pendapatan permanen lebih berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi daripada pendapatan disposabel. Sebab pendapatan permanen dijadikan pertimbangan utama dalam mengambil keputusan mengosumsi barang dan jasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi antara lain:
1. Faktor-faktor Ekonomi
a. Pendapatan rumah tangga
b. Kekayaan rumah tangga
c. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
d. Tingkat bunga
e. Perkiraan masa depan
f. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan
2. Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)
a. Jumlah penduduk
b. Komposisi penduduk
2. Faktor-faktor
Non ekonomiFaktor-faktor
Non ekonomi yang paling berpengaruh adalah faktor sosial-budaya masyarakat.
Misalnya, berubahnya kebiasaan dan perubahan etika dan tata nilai karen aingin
meniru orang lain.
Jika terjadi sedikit penyakit dalam variabel makro, seperti munculnya inflasi yang disebabkan oleh berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka atau adanya kebijakan pemerintah yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang merangsang kenaikan harga barang, maka stabilitas perekonomian akan lesu dan terganggu. Disinilah pemerintah mempunyai peran besar dalam mengendalikan perekonomian agar tetap stabil. Inflasi akan berdampak langsung kepada produsen, masyarakat, dan perbankan. Bagi produsen, biaya produksi serta harga-harga faktor akan semakin mahal, mau tak mau output yang dikeluarkan akan berkurang, hingga jumlah buruh akan sangat diperhitungkan. Sedangkan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah melonjaknya harga barang-barang yang dikonsumsi setiap hari, sebab biaya produksi semakin mahal. Dalam dunia perbankan, sebagian besar nasabah akan enggan menabung.
Jika terjadi sedikit penyakit dalam variabel makro, seperti munculnya inflasi yang disebabkan oleh berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka atau adanya kebijakan pemerintah yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang merangsang kenaikan harga barang, maka stabilitas perekonomian akan lesu dan terganggu. Disinilah pemerintah mempunyai peran besar dalam mengendalikan perekonomian agar tetap stabil. Inflasi akan berdampak langsung kepada produsen, masyarakat, dan perbankan. Bagi produsen, biaya produksi serta harga-harga faktor akan semakin mahal, mau tak mau output yang dikeluarkan akan berkurang, hingga jumlah buruh akan sangat diperhitungkan. Sedangkan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah melonjaknya harga barang-barang yang dikonsumsi setiap hari, sebab biaya produksi semakin mahal. Dalam dunia perbankan, sebagian besar nasabah akan enggan menabung.